Minggu, 02 Oktober 2011

SUMBER HUKUM ISLAM KLS X


PENDAHULUAN

Kita awali dengan membaca bismillahirrohmanirrohim
            Kompetensi Dasar : menjelaskan tentang sumber hukum Islam
            Tujuan Modul
        Menyebutkan pengertian, kedudukan dan fungsi Al-Qur’an sebagai sumber hukum Islam yang pertama dan utama
        Menyebutkan pengertian, kedudukan dan fungsi Al-Hadits sebagai sumber hukum Islam kedua
        Menyebutkan pengertian, kedudukan dan fungsi Ijtihad sebagai sumberhukum Islam ketiga
        menjelaskan pengertian hukum taklifi dan hukum wad’i
Semua yang ada di Modul ini hendaknya dikerjakan secara mandiri dengan bantuan guru atau kelompok.

            Petunjuk penggunaan Modul :
        Baca uraian materi dengan baik .
        Kerjakan semua latihan dan tugas-tugas yang ada pada Modul ini.
        Gunakan buku-buku refrensi, paket dan kamus sebagai pendamping.
        Catatlah bagian-bagian yang belum anda pahami,kemudian diskusikan dengan teman anda atau tanyakan kepada guru atau orang yang anda anggap mampu.
        Jika belum menguasai 75% dari tiap kegiatan, maka ulangi kembali langkah-langkah itu dengan seksama.
Mudah-mudahan anda dapat mencapai lompetensi dasar ini, jangan lupa anda terus mengingat pelajaran Modul ini karena akan behubunganya dengan Modul berikutnya.

            Waktu yang disediakan  : 4 jam pelajaran termasuk menyelesaikan latihan-latihan atau tugas.

            Uraian materi
Sumber hukum Islam adalah suatu undang-undang, peraturan atau keputusan dan ketentuan yang dijadikan dasar acuan atau pedoman untuk mengatur kehidupan manusia, baik secara invidu maupun social.apabila ditinjau dari segi aspek hukum, syariat islam mencakup dua hal yaitu Al-Qur’an dan sunah (hadits). Dua hal ini menjadi dasar syariat secara keseluruhan. Kedua, hukum ijtihad yang ditetapkan oleh  ulama’ ahli fiqih. Melalui ijtihad para ulama’ merumuskan ketentuan yang terperinci menyangkut hukum wajib, sunah, haram, makruh dan mubah.

 Al-Qur’an sebagai sumber utama hukum Islam
Pengertian Al-Qur’an
Dari segi bahasa Al-Qur’an berarti “yang dibaca” atau “bacaan” sedangkan dari segi istilah Al-Qur’an adalah firman (wahyu) Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw melalui perantara malaikat Jibril yang merupakan mukjizat dan menggunakan bahasa Arab, berisi tentang petunjuk dan pedoman hidup bagi manusia, dan bila kita membacanya merupakan ibadah.
     

Artinya: “sesungguhnya Al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang mu’min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.” (Q.S. Al-Isra’:9)

Nama-nama Al-Qur’an
Menurut Imam Ibn Jarir Ath-Thabari dalam dalam tafsirnya Jamiul Bayan bahwa Al-Qur’an memiliki empat nama, yaitu.
Al-Qur’an, karena ia dibaca, yaitu memberi pengertian pada kita supaya Al-Qur’an itu dibaca dan diamalkan isinya oleh umat islam.
Al-Kitab, karena ia ditulis, yaitu yang ditulis pada lembaran-lembaran yang dikumpulkan dan diikat menjadi mushaf.


Artinya: Itulah Al-kitab yang didalamnya tidak ada keraguan petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. (Q.S. Al-Baqarah:2)
Al-Furqan artinya penbeda, karena dia membedakan antara yang haq dan yang batil, antara yang benar dan yang salah


Artinya: maha suci Allah yang telah menurunkan al-furqon (al-qur’an) kepada hamba-Nya, agar dia memberi peringatan pada seluruh alam. (Q.S. Al-Furqon:1)
Adz-Dzikr, artinya peringatan, yaitu peringatan dari Allah swt bagi mereka yang ingkar dan durhaka kepada-Nya.


Artinya: Al-Qur’an ini adalah peringatan bagi orang-orang yang sebelumku. Sebenarnya kebanyakan mereka tiada mengetahui yang hak, karena mereka berpaling. (Q.S. Al-Anbiya’:24)

kedudukan Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah sebagai sumber hukum Islam yang pertama dan utama yang mana diturunkan kepada nabi Muhammad saw ketika beliau sedang berkhalawat di Gua hira kpada tanggal 17 Ramadlan 40 tahun dari kelahiran nabi. Menurut Syeh Muhammad Kundlori, Al-Qur’an diturunkan selama 22 tahun, 2 bulan, 22 hari dengan rincian: 12 tahun, 5 bulan, 13 hari diturunkan dimekkah dan 9 tahun, 9 bulan, 9 hari diturunkan dimadinah.Al-Qur’an terdiri dari 6666 ayat, 74.437 kalimat, 325.340 huruf, 114 surat, 30 juz dan 554 ruku’. Al-Qur’an dimulai dari surat Al-Fatihah dan diahiri dengan surat Qn-Nas. Al-Qur’an sebagai sumber hukum  memiliki tiga komponen dasar hukum yaitu sebagai berikut.
            Hukum I’tiqadiah, yaitu hukum  yang yang mengatur hubungan rahaniah manusia dengan Allah swt,dan berhubungan dengan masalah akidah (keimanan) dan tercermin dalam rukun iman.Ilmu yang mempelajari tentang keimanan disebut ilmu tauhid,ilmu kalam, atau ilmu usuluddin.
            Hukum Amaliah, yaitu hukum  yang mengatur hubungan rahaniah manusia dengan Allah swt, antara manusia dengan sesamanya, dan dengan lingkungan sekitarnya dan tercermin dalam rukun Islam dan disebut hukum syara’ atau syari’at dan ilmu yang mempelajarinya disebut ilmu fiqih,.hukum syara’ dibagi menjadi dua kelompok yaitu
a). Hukum Ibadah yaitu hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Allah swt secara langsung dalam bentuk lahiriah, seperti shalat, puasa, zakat, haji, kurban dan lain-lain. Biasanya mengacu pada mazhab yang ada, diantaranya.
> Imam Syafi’i
> Imam Hanafi
> Imam Maliki
> Imam Hambali
b). Hukum Muamalat, yaitu hokum yang mengatur manusia dengan sesame manusia serta alam sekitarnya.diantara contoh hokum muamalat yaitu sebagai berikut,
Hukum tentang pidana (Jinayah)
Hukum tentang warisan (fara’id)
Hukum tentang hukuman (hudud)
Hukum tentang perkawinan (munakahat)
Hukum tentang tata Negara (khilafah)
Hukum tentang perjuangan (jihad)
Hukum tentang jual beli (khiyar)
Hukum tentang pengadilan (aqdiyah)
            Hukum Khuluqiyah, yitu hukum yang berhubungan dengan moral atau akhlak manusia, baik sebagai makhluk individu ataupun makhluk sosial. Hukum ini tercermin dalam perbuatan manusia sehari-hari melalui gerakan mulut, tangan maupun kaki. Ilmu yang mempelajarinya disebut ilmu akhlak atau tasawuf.


Fungsi Al-Qur’an
Al-Qur’an sebagai pedoman hidup
            Ajaran-ajaran yang termuat dalam Al-Qur’an adalah kalam Allah swt yang terahir untuk memberikan petunjuk yang benar kepada umat manusia, sepanjang masa oleh karena itu Al-Qur’an dijaga kemurnaiannya oleh Allah swt.


Artinya: “sesungguhnya kami (Allah) menurunkan peringatan (Al-Qur’an) itu dan sesungguhnya kami pasti senantiasa melindunginya (dari kepalsuan).” (Q.S. Al-Hijr:9)
Sebagai kitab suci terahir yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw, Al-Qur’an memiliki kelebihan dan keistimewaan yang tidak dipunyai oleh kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya. Keistimewaan dan kelebihannya antara lain.
Al-Qur’an mengandung ringkasan ajaran ketuhanan yang pernah dimuat pada kitab-kitab sebelumnya, dengan kata lain Al-Qur’an sebagai penyempurna dari kitab-kitab sebelumnya.
Al-Qur’an ditujukan bagi semua umat sepanjang masa. Adapun kitab-kitab sebelumnya hanya untuk bangsa tertentu dan dalam waktu tertentu pula.
Al-Qur’an sebagai pedoman hidup abadi, karena Al-Quran memiliki kelengkapan yang luar biasa dalam berbagai aspek dan memiliki keluwesan dari segi pemahaman
Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa yang sangat indah, mudah dibaca, diingat dan dipahami.
Kemurnian Al-Qur’an  dijamin oleh Allah tapi juga tidak lepas dari peran manusia dalam menjaga kemurnian Al-Qur’an. Pada masa Rasulullah saw cara memelihara Al-Qur’an dengan hafalan dari para penghafal Al-Qur’an dan ditulis pada kulit pohon maupun binatang, sepeninggal Rasulullah karena dalam peperangan banyak sahabat yang hafal Al-Qur’an meninggal dunia maka Al-Qur’an mulai dibukukan  pada masa khalifah Abu Bakar As-Sidiq dan disempurnakan pada masa khalifah Usman Bin Affan dengan juru tulis sahabat Zaid bin Sabit.





Artinya: “Al-Qur’an ini adalah penerangan bagi seluruh manusia dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertaqwa.”(Q.S. Ali-Imron:138}

Al-Hadis Sebagai Sumber Kedua Hukum Islam
            Menurut bahasa Hadis berarti baru atau kabar, sedangkan menurut istilah, Hadis adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad atau segala tingkah laku yang Nabi Muhammad saw baik berupa perkataan, perbuatan maupun ketetapannya. Kedudukan hadis dalam ajaran Islam adalah sebagai sumber hukum Islam kedua setelah Al-Qur’an, maksudnya sesuatu perkara yang tidak didapati hukumnya dalam Al-Qur’an, maka hendaknya dicari dalam hadis.
Hadis Nabi Muhammad saw dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut.
Hadis Qouliyah, yaitu hadis yang didasarkan pada segenap perkataan (ucapan) Nabi Muhammad saw.
Hadis Fi’liyah, yaitu hadis yang didasarkan pada segenap prilaku (perbuatan) yang dilakukan Nabi Muhammad saw
Hadis Taqririyah, yaitu hadis yang didasarkan pada persetujuan (ketetapan) Nabi Muhammad saw terhadap apa yang dilakukan sahabatnya. Artinya, Nabi Muhammad memberikan penafsiran atas perbuatan yang dilakukan sahabatnya dalam suatu hukum Allah swt, seperti diamnya atas suatu tindakan yang dilakukan sahabat sebagai tanda persetujuan (boleh) atas perbuatan yang dilakuan sahabatnya.

Kedudukan Hadis
Hadis merupakan sumber hukum yang kedua setelah Al-Qur’an. Allah swt mewajibkan kepada kita supaya mentaati hukum-hukum maupum apa yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw, karena ada beberapa hukum yang tidak disebutkan dalam Al-Qur’an, sehingga rasulullah saw menjelaskan hukumnya, baik dengan perkata’an, perbuatan, maupun dengan penetapan.




Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) rasulullah itu suri teladan yang baik.” (Q.S. Al-Ahzab:21}


Artinya: “……Apa yang diberikan rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah……” (Q.S. Al-Hasyr:7)


Artinya: “katakanlah: taatilah Allah dan Rasul-Nya, jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang  kafir.”(Q.S. Ali-Imron:32)
êÉê»æÌåmäi äÒìÄåmäË êÉé<¼»A êäLBäNê· AçfäIäAAæÌí¼êzäM æÅä» BäÀêÈêI æÁå¸ìnäÀäM æÆêA Bä¿ êÅæÍäjæ¿äA æÁå¸æÎê¯ åOæ·äjäM
Artinya: “Aku tinggalkan dua perkara untukmu sekalian; kalian tidak akan tersesat selama kalian berpegang pada keduanya, yaitu kitabullah (Al-Qur’an) dan sunah Rasul-Nya.” (H.R. Imam Malik)

Fungsi Hadis
Sebagai penguat atau pengukuh hukum yang telah disebutkan oleh Allah dalam Al-Qur’an, sehingga keduanya (Al-Qur’an dan Hadis) menjadi sumber hukum yang saling melengkapi dan menyempurnakan. Contoh: larangan menyekutukan Allah sudah dijelaskan dalam Al-Qur’an, namun dikukuhkan lagi oleh Rasulullah saw dalam hadisnya.
I º Ajq ÜA         BJ¸»A jJ· BI Á¸×JÃA ÜA

Artinya: “Inginkah kamu aku beri tahukan tiga dosa yang besar? Yaitu menyekutukan Allah, durhaka kepada orang tua, dan menjadi saksi palsu atau berdusta.” (H.R.Muslim)
Sebagai penjelasan atau perincian terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang masih bersifat umum.misalnya ayat Al-Qur’an yang memerintahkan untuk shalat, membayar zakat, dan menunaikan ibadah haji. Ketiganya masih bersifat umum atau garis besar. Karena masih bersifat umum maka seperti halnya  Allah memerintahkan umat Islam untuk mendirikan shalat namun tidak diterangkan bagaimana pelaksanaannya, banyak rakaatnya, serta rukun dan syaratnya, disini fungsi hadis penjelaskan semua itu sehingga semua umatnya tidak kesulitan untuk melaksanakan perintah tersebut.
Ïêé¼äuå•C æÏêà æÌåÀåNæÍ ŒCäääiBäÀä· AæÌí¼äu
Artinya: “shalatlah sebagaimana kamu melihat saya shalat.” (H.R. Bukhari Muslim)
Menjelaskan hukum-hukum yang tidak ada dalam Al-Qur’an. Hadis juga dapat berfungsi untuk menetapkan hukum, apabila dalam Al-Qur’an tidak dijumpai.


Artinya: “Dan tidaklah apa yang diucapkannya (Rasul) itu menurut kemauan hawa nafsunya, ucapan itu tiada lain adalah wahyu yang diwahyukan.” (Q.S. An-Najm:3-4)
Misalnya diharamkan menghimpun dua orang wanita yang bersaudara dalam perkawinan atau diharamkan menikahi wanita yang masih mempunyai hubungan muhrim.
 BäÈêNä» BäaäË êÑäCæjäÀæ»A äÅæÎäI äÜäË BäÇêNìÀä§äË êÑäCæjäÀæ»A äÅæÎäI å©ä¿æVäÍäÜ
Artinya: “Tidak boleh seseorang mengumpulkan (memadu) seorang wanita dengan (saudari) dan seorang wanita dengan saudari ibunya.” (H.R. Mutafaq alaihi)

Ilmu untuk mengetahui istilah-istilah yang dipakai dalam ilmu hadis disebut mustalah hadis,kegunaanya adalah untuk menilai kualitas hadis, apakah hadis itu sahih (benar) atau palsu.istilah-istilah yang perlu diketahui berkaitan dengan proses penyampaian sebuah hadis adalah sebagaimana berikut.
            Sanad yaitu orang-orang yang yang menjadi sandaran dalam meriwayatkan hadis, dengan kata lain sanad adalah orang-orang yang menjadi perantara dari nabi Muhammad saw, sampai kepada perawi (rangkaian perawi-perawi hadis)
            Matan yaitu perkataan (isi) hadis yang disampaikan.
            Rawi (perawi) yaitu orang yang meriwayatkan hadis
Dilihat dari segi jumlah (banyak atau sedikitnya) rawi yang menjadi sumber berita, hadis dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu hadis mutawatir dan hadis ahad.
Hadis Mutawatir
Hadis mutawatir adalah hadis memiliki banyak sanad dan tidak mungkin (mustahil) perawinya untuk berdusta, sebab diriwayatkan oleh benyak orang.Hadis mutawatir dibagi menjadi dua jenis, yakni
Mutawatir lafdhi, yaitu hadis yang mutawatir lafadznya, dengan kata lain hadis yang bersumber dari perkataan Nabi Muhammad saw.
Mutawatir Ma’nawi, yaitu hadis yang mutawatir maknanya, dengan kata lain hadis yang bersumber dari perbuatan Nabi Muhammad saw. Hadis ini kuwalitasnya sama dengan keyakinan yang kita dapati apabila melihat dengan mata sendiri.
Hadis Ahad
Hadis ahad adalah hadis yang tidak mencapai derajat mutawatir. Hadis ahad dapat dibagi menjadi dua, yaitu berdasarkan kuwantitas dan kuwalitas rawinya.
Ditinjau dari kuwantitas (jumlah) perawinya, terbagi menjadi tiga macam, yaitu hadis masyhur, hadis aziz dan hadis garib.
Hadis Masyhur, yaitu hadis yang diriwayatkan oleh tiga sanad yang berlainan
Hadis Aziz, yaitu hadis yang diriwayatkan oleh dua orang rawi.
Hadis Garib, yaitu hadis yang diriwayatkan oleh satu orang sanad, dengan kata lain sanadnya hanya seorang diri.
Ditinjau dari segi kuwalitasnya, hadis ahad terbagi menjadi tiga macam, yaitu hadis sahih, hadis hasan dsn hadis dhaif.
Hadis Sahih, yaitu hadis yang sanadnya cukup dan dari awal hingga akhir dan disampaikan oleh rawi yang sempurna hafalannya. Adapun syarat-syarat hadis sahih adalah.
1). Sanadnya harus bersambung
2). Perawinya sudah balig
3). Perawinya berakal
4). Perawinya tidak pernah mengerjakan dosa besar atau tidak sering melakukan dosa kecil
5). Perawinyasempurna hafalannya
6).Perawinya harus adil dan hadis yang diriwayatkan tidak bertentangan dengan hadis mutawatir atau dengan ayat Al-Qur’an
Hadis hasan, yaitu hadis yang dari segi hafalan perawinya kurang dari hadis sahih
Hadis dhaif, yaitu hadis yang kehilangan satu atau lebih dari syarat-syarat hadis sahih dan hadis hasan
Pada masa rasulullah saw, pemeliharaan hadis hanya pada hafalan para sahabat, karena Nabi melarang membukukannya, dihawatirkan tecampur dengan Al-Qur’an. Pada pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz (daulah bani Umaiyah) atas perintahnya maka hadis dibukukan untuk yang pertama kalinyadan kitab hadis pertama disusun oleh Malik bin Anas atau Imam Malik yang berjudul Al-Muwatta’ pada masa pemerintahan bani Abbasiyah. Dengan demikian lahirlah kitab-kitab hadis sahih terkenal yang terkenal dengan Kutubus Sittah (kitab induk yang enam).

Ijtihad
            Ijtihad merupakan salah satu kunci dinamika hukum Islam. Muhammad Iqbal salah satu penya’ir dan filosof dari Pakistan berpendapat bahwa ijtihad sebagai prinsip gerak Islam. Menurut sejarah, ijtihad muncul dalam Islam karena ada kebutuhan antara ajaran dan tuntutan realitas kehidupan manusia. Dengan ijtihad, masalah baru yang ketetapannya tidak ada dalam Al-Qur’an dan hadis dapat dipecahkan dengan menggunakan akal pikiran. Al-Qur’an menyerukan agar manusia menggunakan akal pikirannya karena dengan demikian manusia akan dapat mendekatkan diri kepada Allah swt. Dalam Al-Qur’an orang yang tidak menggunakan akal pikirannya diibaratkan sebagai binatang yang bisu, tuli dan tidak mengerti apa-apa.


Artinya: “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (Q.S. Al-A’raf:179)
Adanya penafsiran yang berbeda dari sumber hukum Islam menjadikan kaum muslimin untuk berfikir untuk mendapatkan kebenaran. Dalam hal ini terdapat sumber hukum lain yaitu ijtihad yang merupakn sumber hukum Islam yang ketiga.
Ijtihad berasal dari bahasa arab dari bentuk fi’il madli yaitu ijtahada, bentuk fi’il mudlarek yaitu yajtahidu, dan bentuk masdar yaitu ijtihadan yang arinya telah bersungguh-sungguh, mencurahkan tenaga, menggunakan pikiran, dan bekerja semaksimal mungkin. Sedangkan menurut istilah, ijtihad adalah suatu pekerjaan yang menggunakan segala kesanggupan rohaniah untuk mendapatkan hukum syara’ atau menyusun pendapat dari seluruh masalah hukum yang bersumber dari Al-Qur’an dan hadis. Orang yang melakukan ijtihad disebut mujtahid, perlu dipahami bahwa hasil ijtihad dari seorang mujtahid bersifat relative, sehingga tidak jarang terjadi perbedaan hasil ijtihad satu dengan yang lainnya.
Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang yang akan melakukan ijtihad antara lain sebagai berikut.
Mengerti dan memahami isi kandungan Al-Qur’an juga hadis yang berhubungan dengan hukum-hukum.
Mampu berbahasa arab dengan baik sebagai kelengkapan dan kesempurna’an dalam menafsirkan Al-Qur’an dan hadis.
Memahami ilmu ushul fiqih (cara mengambil hukum syari’at yang bertolak dari Al-Qur’an dan Hadis) dengan baik.
Mengerti dan memahami soal-soal ijma’ (kesepakatan semua ahli ijtihad pada suatu masa atas suatu hukum syara’), sehingga mujtahid tidak memberikan fatwa yang berlainan dengan hasil ijma’ terdahulu.
Memahami nasikh dan mansukh, sehingga seorang mujtahid tidak mengeluarkan hukum berdasarkan dalil yang sudah dimansukh (dibatalkan).
Bentuk-bentuk ijtihad yang yang dikenal dalam syari’at Islam adalah.
Ijma’
Adalah kesepakatan para ulama’ dalam menentukan hokum suatu masalah yang timbul dikalangan umat Islam, karena belum adanya ketentuan dalam Al-Qur’an maupun hadis.
Qiyas
Adalah menetapkan hukum suatu pemasalahan yang timbul dikalangan umat Islam dengan cara mencari persaman sifat hokum yang baru dengan sifat hokum yang yang sudah ada ketentuannya dalam Al-Qur’an ataupun hadis.
Bentuk-bentuk ijtihad yang masih diperselisihkan
            Adalah sumber hukum islam yang mana tidak semua umat Islam menggunakan sebagai sumber hokum dalam menentukan hukum suatu masalah dalam Islam. Adapun adapun sumber hukum yang masih diperselisihkan antara lain.
Istihsan
      Adalah menetapkan hukum masalah yang tidak ditentukan secara rinci dalam Al-Qur’an maupun hadis yang didasarkan atas kepentingan umum (kemaslahatan) umum dan demi keadilan.
Maslahah mursalah
      Adalah kemaslahatan atau kebaikan yang  yang tidak disinggung-singgung syara’ untuk mengerjakan atau meninggalkannya, sedangkan jika dilakukan akan membawa manfa’at dan terhindar dari keburukan.
Istishab
      Adalah meneruskan berlakunya suatu hukum yang telah ada dan ditetapkan karena adanya suatu dalil sampai ada dalil lain yang mengubah kedudukan dari hukum tersebut.
Urf (adat kebiasaan)
      Adalah segala sesuatu yang telah menjadi kebiasaan suatau masyarakat dan dijalankan terus menerus, baik itu berupa perkata’an maupun perbuatan.

Madzhab sahabi
      Adalah perkataan sahabat yang bukan didasarkan atas pikiran semata-mata adalah menjadi hujjah umat Islam.
As-Syar’u man qablana
 Adalah kebiasaan orang-orang terdahulu yang masih diteruskan oleh generasi berikutnya dan hal itu tidak bertentangan dengan syari’at Islam.

Kedudukan dan Fungsi Ijtihad
            Ijtihad menempati kedudukan sebagai sumber hukum Islam yang ketiga setelah Al-Qur’an dan hadis. Kedudukan ijtihad begitu penting dalam ajaran islam, karena ijtihad telah dibuktikan kemampuannya dalam menyelesaikan segala persoalan yang dihadapi umat Islam mulai dari zaman Rasulullah saw sampai sekarang. Melalui ijtihad masalah-masalah.yang tidak dapat ditemukan penyelesaiannya dalam Al-Qur’an maupun hadis dapat dipecahkan, sehinnga ajaran Islam terus berkembang sedemikian rupa menuju kesempurna’annya, bias dikatakan ijtihad merupakan daya gerak kemajuan umat Islam. Artinya ijtihad merupakan kunci dinamika ajaran Islam.
            Selain memang diperintahkan Al-Qur’an, ijtihad merupakan proses alamiah bahwa manusia harus menggunakan fikirannya semaksimal mungkin. Apalagi pada masa sekarang yang mana banyak permasalahan-permasalahan yang dihadapi umat Islam, bolehkah kita berijtihad?Boleh ! dengan catatan, syarat-syarat mujtahid sebagaimana yang telah diuraikan diatas terpenuhi. Oleh sebab itu di Indonesia terdapat lembaga yang kita kenal dengan Majlis Ulama’ Indonesia (MUI) yang melakukan ijtihad secara kolektif atas hal-hal yang terjadi di Indonesia yang berhubungan dengan syari’at Islam, terutama dalam hal muamalah.


Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Q.S. An-Nisa’:59)

Hukum Taklifi dan Hukum Wad’i
            Hukum Islam adalah perintah Allah swt yang berhubungan umat Islam. Melalui metode ijtihad para ulama’ merumuskan ketentuan-ketentuan yang terperinci menyangkut prilaku orang mukallaf, baik dalam bentuk tuntutan, kebolehan, ataupun ketetapan yang berdasarkan pada sebab, syarat, ataupun halangan. Ulama’ ushul fiqih membagi hokum menjadi dua bagian besar, yaitu hukum taklifi dan hukum wad’i.

Hukum Taklifi
Menurut bahasa adalah hukum pemberian beban sedangkan menurut istilah Adalah ketentuan Allah yang menuntut mukallaf (balig dan berakal sehat) yang berkaitan dengan perintah untuk melakukan atau untuk meninggalkan suatu perbuatan.atau pilihan untuk mengerjakan atau meninggalkan. Hukum taklifi dapat dibagi menjadi lima kategori, yaitu.
            Wajib adalah segala perintah Allah swt yang harus kita kerjakan, dan apabila ditinggal akan berdosa..Macam-macam hukum wajib adalah sebagai berikut.
Wajib ain, yaitu suatu ketetapan yang harus dikerjakan oleh stiap muslim. Antara lain shalat lima waktu, puasa bulan ramadhan, dan meneluarkan zakat fitrah.
Wajib kifayah, yaitu suatu ketetapan yang apabila telah dikerjakan oleh sebagian muslim, maka muslim lainnya terlepas dari kewajiban itu. Akan tetapi jika tidak ada yang mengerjakannya maka berdosalah semuanya. Contoh shalat jenazah.
Wajib syar’I, yaitu suatu ketentuan apabila dikerjakan mendatangkan pahala dan jika tidak dikerjakan berdosa.
Wajib aqli, yaitu suatu ketetapan hokum yang harus diyakini kebenarannya karena masuk akal atau rasional.
Wajib aqli nazari, yaitu kewajiban memahami suatu kebenaran dengan memahami dalil-dalilnya atau dengan penelitian yang mendalam, seperti mempercayai keberadaan (eksistensi) Allah swt.
Wajib aqli daruri, kewajiban mempercayai kebenaran dengan sendirinya tanpa dibutuhkan dalil-dalil tertentu, seperti orang makan jadi kenyang.
Wajib muaiyyah, yaitu suatu keharusan yang sudah ditetapkan macam tindakannya. Contohnya berdiri bagi yang mampu diwaktu shalat.
Wajib mukhayyar, yaitu suatu kewajiban yang boleh dipilih salah satu dari bermacam pilihan yang telah ditetapkan untuk dikerjakan, misalkan denda dalam sumpah, boleh memilih antara memberi makan 10 orang miskin atau memberi pakaian 10 orang miskin.
Wajib mutlaq, yitu suatu kewajibanyang tidak ditentukan waktu pelaksanaannya, seperti membayar denda sumpah.
            Sunah adalah perkara yang apabila dikerjakn mendapatkan pahala dan apabila ditinggalkan tidak berdosa. Macam-macam hokum sunah adalah sebagai berikut.
Sunah muakkad, yaitu sunah yang sngat dianjurkan, misalnya shalat tarawih dan shalat idul fitri
Sunah ghairu muakkad, yaitu sunah biasa, misalnya memberi salam kepada orang lain dan puasa hari senin-kamis.
Sunah hajat, yaitu perkara-perkara dalam shalat yang sebaiknya dikerjakan, seperti mengangkat kedua tangan ketika takbir dan mengucap Allahu Akbar ketika akan ruku’ dan sujud.
Sunah ab’ad, yaitu perkara-perkara dalam shalat yang harus harus dikerjakan dan kalau terlupakan, maka sebaiknya diganti dengan sujud sahwi, seperti membaca tasyahud awal dan membac qunut.
            Haram adalah suatu perkara yang apabila dikerjakan berdosa dan apabila ditinggalkan mendapat pahala, seperti meminum minuman keras, mencuri, dan berjudi.
            Makruh adalah sesuatu yang tidak disukai atau diinginkan oleh Allah swt,akan tetapi apabila tidak dikerjakan tidak berdosa dan jika ditinggalkan mendapat pahala. Contohnya makan bawang mentah, jengkol, dan pete.
            Mubah adalah suatu perkara yang apabila dikerjakan atau ditinggalkan tidak mendapatkan pahala maupun tidak berdosa.

Hukum Wad’i
            Adalah ketentuan Allah swt yang mengandung pengertian bahwa terjadinya sesuatu merupakan sebab, syarat, atau penghalang adanya suatu hokum. Misalnyan shalat, menjadi sebab adanya kewajiban berwudlu terlebih dahulu, (Q.S. Al-Maidah:6). Adanya kemampuan (istata’ah) adanya menjadi syarat wajibnya menunaikan ibadah haji (Q.S. Ali-Imran: 97). Adanya perbedaan agama antara pewaris dan ahli waris, menjadi penghalang dalam hal pembagian harta waris.

Rangkuman
            Sumber hukum Islam adalah segala sesuatu yang dijadikan dasar, acuan, acuan, dan pedoman dalam menetapkan hukum Islam.sumber hukum Islam tertinggi adalah Al-Qur’an, kemudian hadis, dan yang terahir adalah ijtihad.
            Al-Qur’an menurut bahasa adalah bacaan atau yang dibaca, Al-Qur’an merupakan sumber hukum  Islam yang pertama dan berfungsi sebagai pedoman hidup manusia menuju keselamatan dan mengharap ridla Allah swt di dunia dan di akhirat.
            Hadis menurut  bahasa adalah perkataan, sedangkan menurut istilah adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi saw sebagai landasan hukum, baik berupa perkataan, perbuatan maupn ketetapan (taqrir). Hadis merupakan sumber hokum kedua yang harus diikuti oleh kaum muslimin.
            Ijtihad adalah menggunakan seluruh kemampuan untuk menetapkan hokum syari’at dengan berdasarkan pada Al-Qur’an dan hadis. Artinya ijtihad baru boleh dilakukan bila hokum suatu permasalahan dan ketentuannya tidak tercantum secara nyata, baik dalam Al-Qur’an ataupun dalam hadis. Adapaun bentuk ijtihad bermacam-macam, diantanya adalah ijma’, qiyas (ra’yu), istishab, masalahah mursalah dll.

Tugas individu.
            Sumber hukum Islam yang pertama dan utama adalah……..
Al-Qur’an dan hadis                           d. Al-Qur’an dan qiyas          
Al-Qur’an dan ijma’                            e. ijma’ dan istishab
aijma’ dan qiyas                        
            Dari segi bacaan Al-Qur’an berarti…….
Kabar                                                  d. Bacalah
Bacaan                                                c. Harus dibaca          
Berita
            Al-Qur’an berisi tiga komponen dasar hukum yaitu……
            Aqidah-rukun islam-akhlaq                       d. Rukun iman-rukun islam-syari’at
            Aqidah-syari’at-muamalat                        e. Aqidah-syari’at-syara’
            Aqidah-syari’at-akhlaq
Hukum yang mengatur secara lahiriah hubungan manusia dengan Allah, manusia dengan sesamanya dan manusia dengan lingkungan sekitarnya disebut hukum….
            Aqidah                                                      d. Perdata
            Syari’at                                                      e. Pidana
            Akhlaq
            Kata hadis menurut bahasa berarti……
            Baca’an                                                        d. Bacalah
            Baru                                                             e. Sumber hukum
            Bacaan
Hadis yang didasarkan pada perkataan nabi saw disebut
            Hadis sahih                                                  d. Hadis taqririyah
            Hadis mutawatir                                          e. Hadis qauliyah
            Hadis fi’liyah


Hadis yang diriwayatkan banyak sanad dan dan tidak dimungkinkan perawinya berdusta karena diriwayatkan oleh orang banyak disebut…….
            Hadis sahih                                                  d. Hadis mutawtir
            Hadis masyhur                                             e. Hadis bukhari
            Hadis ahad
Ijtihad menurut bahasa berarti…….
            Memikirkan alam                                         d. Menyerahkan dana
            Mencurahkan air mata                                  e. Sumber hukum Islam
            Mencurahkan tenaga
kesepakatan para ulama’ dalam mnetapkan suatu masalah disebut…….
            Qiyas                                                            d. Istishab
            Ijma’                                                             e. Istihsan
            Ra’yu
Kapan dimulainya ijtihad…….
            Pada masa Rasulullah saw                           d. Pada masa bani abbasiyah
            Pada masa khulafa’urrasyidin                      e. Pada mada sunan wali songo
            Pada masa bani umaiyah
“Pemberian beban” adalah pengertian ….. menurut bahasa.
            Hukum taklifi                                               d. Hukum hukum wad’i
            Hukum muamalah                                        e. Hukum khuluqiah
            Hukum amaliah

Tugas kelompok
“Pada tahun 2000, MUI telah mengeluarkan fatwa tentang praktik korupsi (ghulul), suap (riswah) dan pemberian hadiah bagi para pejabat. Identifikasikan fatwa MUI tentang korupsi dan suap kedalam hukum Islam.”


SIFAT TERPUJI KLS X


SIFAT – SIFAT TERPUJI
           

A.   PEMBELAJARAN



Standar Kompetensi :

Membiasakan perilaku terpuji



Kompetensi Dasar :
1.    Menyebutkan pengertian perilaku husnuzhan.
  1. Menyebutkan contoh-contoh perilaku husnuzhan terhadap Allah, diri sendiri dan sesama manusia.
3.    Membiasakan perilaku husnuzhan dalam kehidupan sehari-hari.


Pengalaman belajar :
  1. Mendiskusikan sikap husnuzhan baik sesama makhluk maupun maupun kepada Allah.
  2. Mengidentifikasi perilaku husnuzhan dalam kehidupan sehari-hari.
  3. Membaca kisah-kisah yang berkaitan dengan perilaku husnuzhan dan menyimpulkan hikmahnya.


Materi :

1.    Pengertian husnuzhan
2.    Contoh-contoh perilaku husnuzhan terhadap Allah, diri sendiri dan sesama manusia


Alokasi Waktu : 2 x 45

A.  Pengertian Husnudzan
Husnuzhan (حُسْنُ الظَّنِّ) berasal dari bahasa Arab yang artinya berprasangka baik (positive thinking). Berkenaan dengan husnudzan ini perhatikan hadits qudsi di bawah ini!


 















Dari Abu Hurairah ra., ia berkata : Rasuulullah saw. bersabda : "Allah swt. berfirman : "Aku menurut sangkaan hambaKu kepadaKu, dan Aku bersamanya ketika ia mengingatKu. Jika ia ingat kepadaKu dalam dirinya maka Aku ingat kepadanya dalam diriKu. Jika ia ingat kepadaKu dalam kelompok orang banyak maka Aku mengingatnya dalam kelompok yang lebih baik dari padanya. Jika ia mendekat kepadaKu sejengkal, maka Aku mendekat kepadanya sehasta. Jika ia datang kepadaKu dengan berjalan maka Aku datang kepadanya dengan berlari-lari kecil''. (Hadits ditakhrij oleh Ibnu Majah).

Lebih dalam lagi, Ibnu Atha'illah dalam kitab Al Hikam mengungkapkan bahwa siapa yang ingin mengetahui kedudukannya di sisi Allah, maka lihatlah seberapa tinggi kedudukan Allah dalam hatinya. Demikian pula, siapa yang ingin mengetahui seberapa dekat Allah dengan dirinya, maka lihatlah seberapa dekat Allah dengan hatinya.
Dalam hadis qudsi di atas tersirat sebuah ajakan dari Rasulullah SAW agar kita berusaha selalu dekat dengan Allah SWT, berbaik sangka (husnudzan) dan tidak berburuk sangka (su'udzhan) kepada-Nya. Karena Allah SWT "berbuat" sesuai prasangka hamba-Nya. Bila seorang hamba berprasangka bahwa Allah itu jauh, maka Allah pun akan "menjauh", sebaliknya bila ia berprasangka bahwa Allah itu dekat, maka Allah pun akan "mendekat" kepadanya.
Lewat hadis ini pula Rasulullah SAW pun mengajarkan umatnya untuk selalu berpikir positif dalam segala hal. Semua kejadian, apa pun itu, berada sepenuhnya dalam genggaman Allah SWT dan terjadi karena seizin-Nya. Dengan berpikir positif, seseorang akan mampu menyikapi setiap kejadian dengan cara terbaik. Selain itu, ia pun akan mampu menghadapi hidup dengan optimis. Betapa tidak, ia dekat dengan Allah Dzat Penguasa yang ada. Karena itu, Rasulullah SAW mengungkapkan bahwa orang beriman itu tidak pernah rugi, diberi nikmat dia bersyukur. Syukur adalah kebaikan bagi dirinya, diberi ujian dia bersabar, dan sabar adalah kebaikan bagi dirinya.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa Allah tidak pernah membuat jarak dengan manusia. Manusia sendiri yang membuat jarak dengan Allah. Demikian pula, Allah tidak pernah menghambat manusia untuk sukses, tapi manusia sendiri yang menghalangi diirnya untuk sukses. Kunci dari semua itu adalah pikirannya. Manusia adalah bentukan pikirannya. Tak heran bila Norman Vincent Peale mengatakan, "You are what you think!"; Anda adalah apa yang Anda pikiran.
Sebuah penelitian yang dilakukan Harvard University membuktikan bahwa kesuksesan seseorang 85 persen ditentukan oleh sikap, dan 15 persen sisanya ditentukan oleh keterampilan dan intelektualitas. Sikap itu sendiri dibentuk oleh pikiran. Dengan kata lain, 85 persen kesuksesan dan kegagalan ditentukan oleh kualitas pikiran. Dalam konteks bahasan ini, kesuksesan untuk dekat dengan Allah sangat dipengaruhi oleh sejauh mana seseorang berpikir positif tentang Allah. Wallahu a'lam.

  1. Contoh-Contoh Perilaku Husnudzan
B.1  Husnudzan Kepada Allah SWT
Husnudzan kepada Allah SWT artinya berbaik sangka kepada Allah Yang memiliki segala kesempurnaan serta bersih dari segala sifat kekurangan. Dengan demikian, kita menyakini segala perbuatan dan ciptaan Allah tiada yang sia-sia. Segalanya pasti ada hikmahnya.
Manifestasi perilaku husnudzan manusia kepada Allah SWT adalah syukur dan sabar. Rasulullah SAW mengungkapkan bahwa orang beriman itu tidak pernah rugi. Jika ia diberi nikmat, maka dia bersyukur. Syukur adalah kebaikan bagi dirinya. Dan jika ia diberi ujian dia bersabar. Sabar adalah kebaikan bagi dirinya.

1.    Syukur
Dalam QS Al-Baqarah [2] :152, Allah SWT berfirman, ''Maka ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat pula kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.'' Ayat ini secara jelas dan gamblang memerintahkan kepada kita untuk selalu mengingat Allah dan bersyukur atas segala nikmat-Nya.
Secara bahasa, syukur berarti berterima kasih kepada Allah. Sedangkan Ar-Raghib Al-Isfahani, salah seorang yang dikenal sebagai pakar bahasa Alquran, dalam Al Mufradat fi Gharib Al Quran, mengatakan bahwa kata 'syukur' mengandung arti gambaran dalam benak tentang nikmat dan menampakkannya ke permukaan.
Kesyukuran, pada hakikatnya, merupakan konsekuensi logis bagi seorang manusia, yang notabene sebagai makhluk, kepada Allah, sebagai Tuhan yang telah menciptakan dan melimpahkan berbagai nikmat. Namun, kerap kali manusia terlupa dan tidak bersyukur atas karunia-Nya.
Ketidakbersyukuran manusia, biasanya disebabkan oleh tiga hal. Pertama, salah melakukan ukuran/menilai. Dalam konteks ini maksudnya bahwa manusia selalu mengukur suatu nikmat dari Allah itu dengan ukuran keinginannya. Artinya, jika keinginannya dipenuhi, maka ia akan mudah untuk bersyukur. Sebaliknya, jika belum dikabulkan, maka ia akan enggan untuk bersyukur.
Penilaian seperti ini jelas bertentangan dan cenderung menafikan nikmat yang diberikan. Penilaian yang benar adalah berdasarkan apa yang kita peroleh. Karena, apa yang kita inginkan belum tentu yang terbaik di hadapan Allah. Dan, belum tentu juga itu yang terbaik buat diri kita. Perhatikan firman Allah, ''Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.'' (QS. Al Baqarah [2] : 216).
Kedua, selalu melihat kepada orang lain yang diberikan lebih banyak nikmat. Perilaku ini hanya menyuburkan iri, hasad, dan dengki kepada orang lain. Sedangkan perilaku bagi orang beriman haruslah melihat kepada orang yang kurang beruntung. Rasulullah, sebagaimana diriwayatkan Bukhari dan Muslim, mengajarkan, ''Apabila seseorang di antara kamu melihat orang yang dilebihkan Allah dalam hal harta benda dan bentuk rupa, maka hendaklah ia melihat kepada orang-orang yang lebih rendah daripadanya.''
Ketiga, menganggap apa yang didapati dari nikmat Allah adalah hasil usahanya. Perilaku ini menumbuhkan sifat kikir dan melupakan Allah sebagai pemberi nikmat tersebut. Padahal, tidak ada satu nikmat pun yang datang dengan sendirinya. Melainkan, Allah yang telah mengatur semuanya. Firman Allah SWT, ''Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur, maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.'' (QS. Luqman [31] : 12). Kini, mumpung Allah masih memberikan waktu, sudahkah kita mensyukuri semua nikmat-Nya? Wallahu a'lam bis-shawab.

2.    Sabar
Salah satu sifat yang dapat dijadikan parameter kualitas keimanan seseorang adalah sabar. Semakin kuat keimanan seseorang kepada Allah SWT, semakin kuat pula kesabaran yang dimilikinya, dan begitu sebaliknya. Dengan begitu, iman dan sabar bagaikan dua sisi mata uang yang tak dapat dipisahkan. ''Iman itu sabar,'' sabda Rasulullah SAW.
Sabar menurut bahasa adalah tahan menghadapi cobaan, tidak lekas marah, tidak lekas putus asa, tidak lekas patah hati, tabah, tenang, tidak tergesa-gesa, dan tidak terburu nafsu. Sedangkan lawan dari sabar adalah sedih dan keluh kesah. Dalam Alquran, sabar diartikan sebagai sikap menahan diri atas sesuatu yang tidak disukai karena mengharap ridha Allah (QS. Ar Ra’d [13] : 22).
Sabar tidak identik dengan ketidakberdayaan. Sabar juga bukan merupakan kejumudan (statis), hanya berdiam diri dan tidak melakukan apa-apa. Sabar adalah kemampuan mengendalikan diri untuk tidak mengambil tindakan sebelum tepat saatnya. Sabar lebih cenderung kepada usaha untuk menjaga kejernihan pikiran dan kebersihan hati, sehingga tidak mengambil tindakan secara tergesa-gesa.
Oleh sebab itulah Allah memerintahkan orang-orang beriman agar bersikap sabar dalam menghadapi berbagai cobaan kehidupan (QS. Al Baqarah [2]: 155-157), sebagai ujian untuk menentukan kualitas keimanan seseorang (QS. Muhammad [47]: 31 dan QS An Nahl [16] : 65). Allah SWT juga menyatakan bahwa orang-orang yang besar imannya hanyalah orang yang sabar (QS. Al Baqarah [2] : 177), hamba yang sabar adalah pribadi yang tidak pernah mengeluh ketika cobaan datang menghantamnya, karena ia meyakini bahwa di balik kesusahan dan cobaan itu terdapat kemudahan (QS. Al Insyirah [94]: 5-6) atau hikmah kebaikan yang tidak ia ketahui (QS. Al Baqarah [2] : 216).
Untuk itulah Rasulullah mengatakan, ''Sungguh aneh persoalan seorang Mukmin! Sesungguhnya semua permasalahannya adalah baik baginya, hal ini tidak dimiliki kecuali oleh orang-orang Mukmin. Jika mendapatkan kebaikan maka ia bersyukur dan kesyukurannya itu menjadi hak baginya, dan jika ditimpa kesusahan maka ia bersabar dan kesabaran itu menjadi baik baginya.'' (HR Muslim).
Adapun buah dari kesabaran yang dilakukan seseorang adalah ridha, kedamaian, kebahagiaan, terciptanya 'izzah (keagungan), kemuliaan, kebaikan, kemenangan, bantuan, dan kecintaan dari Allah. Dan, puncak dari semua itu adalah buah yang akan didapat di akhirat, yaitu kenikmatan abadi yang tidak terbatas (QS. Az Zumar [39] : 10).
Siapa pun kita hendaknya mampu mewujudkan dan mengedepankan sikap sabar ini dalam setiap aspek kehidupan. Tak sepatutnya kita hanya pandai berkeluh kesah dan berputus asa apabila menghadapi persoalan. Karena, keluh kesah, tidak tenang, tidak tabah, cepat marah, dan cepat putus asa adalah sifat yang tidak layak disandang oleh seorang Muslim. Wallahu a'lam bis-shawab.

B.2  Husnudzan Kepada Diri Sendiri
Setiap orang yang berperilaku husnudzan kepada diri sendiri akan berpeilaku positif terhadap dirinya sendiri. Di antara perilaku positif tersebut adalah perilaku percaya diri dan perilaku gigih.
1.    Percaya Diri
Percaya diri termasuk sikap dan perilaku terpuji yang harus dimiliki oleh setiap umat Islam. Seseorang yang percaya diri tentu akan yakin terhadap kemampuan dirinya, sehingga ia berani mengeluarkan pendapat dan melakukan suatu tindakan. Sikap optimis terhadap rahmat dan pertolongan Allah akan membawa kepada sikap percaya diri. Tentunya percaya diri dalam menjalan segala yang tidak dilarang oleh Allah SWT.
Imam Malik, dalam bukunya Al-Muwatha' meriwayatkan bahwa Abu 'Ubaidah ibn al-Jarrah, sahabat Nabi yang memimpin pasukan Islam menghadapi Romawi pada masa pemerintahan Umar bin Khattab, suatu ketika menyurati Umar, menggambarkan kekhawatirannya akan kesulitan menghadapi pasukan Romawi.
Umar menjawab, "Betapapun seorang Muslim ditimpa kesulitan, Allah akan menjadikan sesudah kesulitan itu kelapangan, karena sesungguhnya satu kesulitan tidak akan mampu mengalahkan dua kelapangan.
Kesulitan dan kelapangan adalah dua hal yang senantiasa berputar menimpa diri manusia, silih berganti. Kesulitan identik dengan kegagalan dan kesengsaraan. Seseorang yang ditimpa kesulitan, maka ia tengah berkutat dengan kekhawatiran dan kesedihan.
Kelapangan yang dimaksud dalam jawaban Umar merupakan bentuk penyikapan terhadap kesulitan, mengubah energi negatif menjadi energi positif. Kelapangan akan mampu mengalahkan kesulitan tatkala dalam diri pemilik kesulitan terpatri sikap optimisme.
Optimisme tidak berarti kepercayaan diri berlebih, bukan pula kepasrahan jiwa. Akan tetapi, sebentuk semangat yang bersemayam dalam hati untuk senantiasa berusaha dan berupaya ketika kesulitan menimpa.
Di samping itu, dalam konteks seorang Muslim, optimisme merupakan pemicu agar kita bersungguh-sungguh dalam melaksanakan suatu pekerjaan, walaupun baru saja menyelesaikan pekerjaan yang lainnya. Tiada kekosongan setelah satu bidang terpenuhi.
Rasulullah Saw mengajak umatnya agar terus-menerus bekerja dan berusaha tanpa menggantungkan diri kepada orang lain. Sabda beliau, "Demi Tuhan, sesungguhnya seseorang di antara kamu mengambil tali, kemudian mengikat sekeping kayu dan memikul di punggungnya untuk dijual, sehingga Allah memelihara air mukanya dari meminta-minta, adalah lebih baik daripada ia meminta kepada orang lain, baik ia diberi maupun tidak." (HR Bukhari).
Sepatutnya sikap optimisme tetap tersemai di hati umat Islam. Membangun sikap optimisme, setidaknya ada dua hal yang seyogianya kita lakukan, Pertama, melakukan perbaikan diri lewat usaha-usaha konkret dan amal nyata. Sesungguhnya keterpurukan menimpa umat Islam karena kita belum mampu menghasilkan karya berharga bagi umat. Kata belum menjadi perbuatan. Konsep belum berwujud aksi.
Kedua, yakin akan ada kelapangan di hari kemudian. Kelapangan yang diperoleh dari kesungguhan, kontinuitas beramal, dan berinovasi tiada henti dengan dibarengi keyakinan adanya bantuan Ilahi. "Sesungguhnya kewajiban kita lebih banyak dari waktu yang tersedia," demikian kata Muhammad Abduh.

2.    Gigih
Seorang yang berbaik sangka kepada Allah terhadap dirinya sendiri tentu akan berperilaku gigih, karena ia yakin bahwa dengan berperilaku gigih apa yang diinginkan akan tercapai. Dorongan agar kita gigih berusaha adalah spirit yang terkandung dalam QS Ar Ra’d [13]: 11


 



“… Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaaan  yang ada pada diri mereka sendiri.…”
Sikap gigih yang sejati dicontohkan oleh Rasulullah saw. Sesampainya Rasulullah saw dan kaum Muhajirin di Madinah, agenda yang Beliau prioritaskan adalah memperat tali persaudaraan (ukhuwah) antara Muhajirin dan Anshar. Ikatan kuat inilah yang mendasari kerukunan, kasih sayang, serta berlomba-lomba untuk melakukan kebaikan dengan pengorbanan harta benda, jiwa, dan raga. Hal ini mereka tumpahkan hanya untuk mengharapkan keridlaan-Nya. Bahkan, kaum Anshar senantiasa mengutamakan kaum Muhajirin, sekalipun mereka dalam keadaan susah.
Terdengarlah pada saat itu, Abdurahman bin 'Auf dari Muhajirin dipersaudarakan dengan sahabat Sa'ad bin Rabi'. Sa'ad bin Rabi' adalah salah seorang konglomerat Madinah. Sa'ad mempersilakan kepada Abdurrahman untuk mengambil apa saja yang ia inginkan untuk memenuhi kebutuhannya.
Abdurrahman bin 'Auf selaku seorang sahabat yang zuhud, wara', jujur, serta baik akhlaknya tidak serta-merta mengabulkan permohonan saudaranya ini. Ia tidak mau menerima sesuatu tanpa didasari oleh usaha dan kerja keras untuk mendapatkannya. Oleh karenanya, Abdurrahman meminta kepada Sa'ad untuk mengantarkannnya ke pasar. Kepiawaian berdagang yang ia miliki tidak disia-siakannya. Ia tidak hanya berpangku tangan untuk mendapatkan belas kasih orang lain, selagi masih ada kemampuan untuk berusaha.
idak lama kemudian, karena sifatnya yang jujur, ulet, serta kerja keras, akhirnya ia pun menjadi pedagang yang sukses, sehingga ia menjadi seorang konglomerat yang dermawan, serta senantiasa menginfakkan hartanya demi keberlangsungan dakwah.
Dari kisah tersebut, kita bisa memetik hikmah, di tengah-tengah himpitan krisis ekonomi yang berkepanjangan ini, bangsa Indonesia sangat membutuhkan semangat Abdurahman bin 'Auf-Abdurahman bin 'Auf yang baru guna menyegarkan dan menghidupkan bangsa ini, sehingga mampu mengembalikan identitas bangsa ini menjadi bangsa yang bermartabat di mata dunia. Karena selama ini, kita telah kehilangan jati diri sebagai bangsa besar, disebabkan pemimpin-pemimpinnya yang selalu berharap untuk mendapatkan bantuan dari bangsa lain. Hal ini mengakibatkan ketergantungan rakyatnya untuk senantiasa mendapatkan sesuatu tanpa didasari usaha.
Bukankah bangsa ini sangat kaya dengan sumber daya alamnya? Ini adalah modal dasar yang telah kita miliki. Untuk itu, selanjutnya tinggal bagaimana kita mampu mengolahnya. Insya Allah dengan kejujuran, keuletan, dan kerja keras di antara kita, baik pejabat maupun rakyat, bangsa ini akan kembali menjadi bangsa yang diperhitungkan di kancah dunia. Semoga! Wallahu a'lam bis-shawab.

B.3  Husnudzan Kepada Sesama Manusia
Husnudzan atau berbaik sangka terhadap sesama manusia merupakan sikap mental terpuji yang harus diwujudkan melalui sikap lahir, ucapan, dan perbuatan yang baik dan diridhai Allah SWT dan bermanfaat.
Sikap, ucapan dan perbuatan baik, sebagai perwujudan husnudzan itu hendaknya diterapkan dalam kehidupan berkeluarga, bertetangga serta bermasyarakat.

1. Kehidupan Berkeluarga
Tujuan hidup berkeluarga yang islami adalah terbentuknya keluarga atay rumah tangga yang memperoleh ridha dan rahmat Allah SWT, bahagia serta sejahtera baik di dunia maupun di akhirat.
Agar tujuan luhur tersebut terwujud, maka suami sebagai kepala keluarga dan isteri sebagai ibu rumah tangga, pendamping suami, hendaknya saling berperasangka baik, tidak boleh saling curiga, saling memenuhi hak dan melaksanakan kewajiban masing-masing dengan sebaik-baiknya.
Demikian juga hubungan antara anak-anak dan orang tua hendaknya dilandasi dengan perasangka dan saling pengertian. Anak-anak berbakti pada orang tuanya dengan bersikap terpuji dan menyenangkan kedua orang tua. Orang tua pun hendaknya memberi kepercayaan yang diperlukan anak un tuk mengembangkan diri dalam melakukan hal-hal yang bermanfaat.

1. Kehidupan Bertetangga
Tetangga adalah orang-orangnya yang tempat tinggalnya berdekatan dengan tempat tinggal kita. Antara tetangga yang satu dengan tetangga lainnya hendaknya saling berperasangka baik dan jangan saling mencurigai.
Kehidupan bertetangga dianggap saling berperasangka baik dan tidak saling mencurigai apabila antara lain bersikap dan berperilaku berikut ini:
    1. saling menghormati
Antara tetangga yang satu dengan tetangga lainnya hendaknya saling menghormati dan menghargai, baik melalui sikap dan ucapan lisan atau melalui perbuatan sikap. Ucapan lisan dan perbuatan menghormati serta menghargai tetangga termasuk akhlaq mulia, serta termasuk tanda-tanda beriman. Rasulullah saw bersabda :
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْاخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ (رَوَاهُ الْمُسْلِم)
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaknya ia memuliakan tetangganya.” (HR. Muslim)

    1. berbuat baik kepada tetangga
Perintah berbuat baik kepada tetangga tercantum dalam QS. An Nisa [4] : 36











“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh[294], dan teman sejawat, ibnu sabi dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.”
Berbuat baik kepada tetangga adalah dengan cara melakukan kewajiban terhadap tetangga dan perbuatan-perbuatan baik lainnya yang bermanfaat itu.
Bersikap, bertutur kata, dan melakukan perbuatan-perbuatan yang menyakiti dan merugikan tetangga termasuk perbuatan yang diharamkan Allah SWT. Pelaku tidak akan masuk surga. Rasulullah saw bersabda:
لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ لاَ يَأْمَنُ جَارَهُ بَوَائِقَهُ (رَوَاهُ الْمُسْلِم)
“Tidak masuk surga orang yang tetangganya tidak merasa aman dari gangguan-gangguannya.” (HR. Muslim)

    1. Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara
Tujuan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara ialah terwujudnya kehidupan yang aman, tentram, adil dan makmur, di bawah ampunan dari ridha Allah SWT.
Agar tujuan luhur tersebut terwujud salah satu usaha yang harus ditempuh adalah sesama anggota masyarakat atau sesama warga negara saling berperasangka baik yang diikuti dengan berbagai sikap dan perilaku terpuji yang bermanfaat. Sesama mereka juga tidak boleh saling berprasangka buruk yang iikuti dengan berbagai sikap dan perilaku tercela yang merugikan serta mendatangkan bencana.
Sikap dan perilaku terpuji yang harus diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara itu, antara lain:
1.    Generasi tua menyayangi generasi muda, antara lain dengan membimbing mereka agar kualitas kehidupannya dalam berbagai bidang positif lebih maju daripada generasi tua. Sedangkan generasi muda hendaknya menghormati generasi tua dengan sikap, ucapan, dan perbuatan yang baik dan bermanfaat, seperti melaksanakan segala nasihat mereka yang baik dan berguna.
Rasulullah saw bersabda :
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيْرَنَا وَ لَمْ يَوَقِّرْ كَبِيْرَنَا (رَوَاهُ اَحْمَد)

“Bukan dari golongan kami (umat Islam) orang yang tidak menyayangi yang muda dan tidak menghormati yang tua.” (HR. Ahmad)

2.  Sesama anggota masyarakat atau sesama warga negara hendaknya saling menolong dalam kebaikan, serta ketaqwaan dan jangan saling menolong dalam dosa serta pelanggaran.
      Tolong menolong dalam kebajikan sesama anggota masyarakat atau sesama warga negara itu antara lain:
a.    Pemerintah dan rakyat dari kelompok kaya berusaha bekerja sama untuk menghilangkan kemiskinan. Kelompok kaya mengeluarkan sebagian hartanya untuk menyantuni kaum dhuafa’ melalui zakat, infaq dan sedekah.
b.    Pemerintah dan masyarakat hendaknya bekerja sama dalam memberantas kejahatan dan kemungkaran yang muncul di masyarakat dengan cara yang bijaksana, sesuai dengan hukum yang berlaku.


C.  Membiasakan perilaku husnuzhan dalam kehidupan sehari-hari.
Setiap muslim atau muslimah hendaknya membiasakan diri berperilaku husnuzhan baik terhadap Allah SWT, diri sendiri maupun terhadap sesama manusia. Hidup adalah pencarian kebaikan, karena "Tuhan adalah sumber kebaikan yang tersembunyi".
Diri kita ini tak pernah berguna jika tidak senantiasa mencari. Mencari adalah mengupayakan; mencari adalah memikirkan; mencari adalah kemaslahatan; kemaslahatan adalah gerak: gerak adalah langkah yang positif. Sebaliknya adalah kevakuman dan diam. Karena vakum dan diam itu berarti netral dan tenggelam, berarti awal dari segala kemafsadahan.
Tidak ada gerak tanpa semangat, yaitu ide dan pemikiran. Semangat juga berarti ketulusan; dan tiada ketulusan tanpa akal fikiran. Makanya tindakan orang gila itu netral (tidak bisa dihakimi), dan tindakan orang waras adakalanya baik, adakalanya buruk. Bisa baik karena menggunakan akalnya, dan buruk karena melampiaskan hawa nafsunya.
Yang pertama: akal fikiran ==> ketulusan ==>  ide dan pemikiran ==>  semangat ==> gerak menuju ke kebaikan dan kemaslahatan.
Kebalikan dari itu: hawa nafsu ==> kedengkian ==> kepongahan ==>  gerak menuju kemafsadahan.
Orang diam itu tidak berdasar, makanya tenggelam, gara-gara menganggurkan akalnya. Statusnya hampir kayak orang gila. (Lain dengan orang istirahat, karena istirahat, selama itu sesuai kebutuhan, adalah bagian dari gerak). Patah semangat dan putus asa, lebih parah lagi, adalah minus dan merupakan awal dari segala kemafsadahan.
Orang yg semangat tentu dia bahagia dan tentram. Semangat dan gerak adalah bukti dari adanya kebahagiaan dan ketentraman. Makanya Allah selalu mengaitkan "pahala" --sebagai konsekuensi gerak-- (lahum ajruhum 'inda rabbihim) dengan kemantapan-keberanian- ketidakkhawatiran (wa laa khaufun 'alaihim) dan kebahagiaan/ketentraman/ketidaksedihan (wa laa hum yahzanuun) dalam ayat al-Baqarah : 277.
Sebaliknya, putus asa adalah akibat dari kesedihan, dan kesedihan mempunyai kaitan erat dengan kebodohan sebagaimana kebahagiaan dan ketentraman berjalinan dengan kecerdasan dan intelektualitas.
Itu semua adalah prinsip dasar manusia hidup. Adapun hasil, besar kecilnya, itu tergantung proses kesungguhan dan keteledorannya. (wall-ladziina jaahaduu fiinaa lanahdiyannahum subulana) "Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh mendekatiKU, pasti Aku tunjukkan jalannya" . (al-Ankabut: 69)
Prinsip seperti itu menunjukkan kedirian manusia. Kedirian adalah totalitas ide dan pemikiran dari dalam diri sendiri. Kedirian itu tidak identik dengan ketidakperdulian, kecuekkan, dan acuh tak acuh. Karena kecuekan, acuh tak acuh, dan sebangsanya itu sebanding dengan kebodohan, hampir setengah dari kesombongan. Kedirian adalah penyerapan dan filterisasi informasi sehingga menyusun sebuah keutuhan ide dan pemikiran. Walaupun ada beberapa tiruan/takliid tapi seakan-akan keluar dari diri sendiri, karena telah difilter dengan akal sehat tentunya.
Pemikiran dan ide di sini berarti kemantapan (akan sebuah kebenaran). Di sinilah relevansinya firman Allah SWT "fa idzaa 'azamta fatawakkal 'alaa Allah" (jika kamu sudah mantap, bertawakkallah pada Allah) (Ali Imran: 159). Kemantapan di sini sebanding dengan kepengetahuan, keberanian, dan ketegasan.
Ringkasnya, gerak-kemantapan-kebahagian itu harus saling terkait. Kalau sudah bisa mengkaitkan ketiganya, baru boleh bertawakkal. Semoga bermanfaat,


B.  PELATIHAN
1.  Pilihan ganda
1.    Segala macam perilaku perbuatan baik yang tampak pada lingkungan sehari – hari disebut ….
a.    Ibadah                                                       d.   Ahklakul madzmudah
b.    Ahklakul karimah                                      e.   Adat istiadat
c.    Shodaqoh jariyah

2.   Sikap mental berprasangka baik kepada orang lain disebut ………
a.    Su’udhon                                                   d.   Husnuzhan
b.    Sifat terpuji                                                e.   Ahsani Taqwim
c.    Husnun miyat       
                                                           
3.   Di bawah ini adalah hikmah Husnuzhan, kecuali ………..
a.    Hidup menjadi tenang, tentram dan damai.
b.    Bisa menimbulkan rasa pesimis
c.    Hati manjadi bersih
d.    Senantiasa bersyukur kepada Allah SWT
e.    Jauh dari perselisihan atau perpecahan

4.    Jika manusia belum beruntung dalam memperoleh karunia Allah hal itu bukan berarti Allah benci kepadanya akan tetapi kemampuannya belum maksimal. Oleh karena itu hendaknya kita senantiasa …………
a.    Menyerah kepada nasib
b.    Su’uzhan kepada Allah
c.    Sabar dan Tawakkal serta berdo’a
d.    Husnuzhan kepada Allah
e.    Tidak melanjutkan usahanya karena takut gagal

5.   Di bawah ini beberapa contoh sikap gigih dan optimis, kecuali ……
a.    Lebih meningkatkan ihtiyarnya untuk meraih kesuksesan
b.    Tidak mudah putus asa
c.    Berusaha terus dan tidak berpikir tentang hasilnya
d.    Percaya diri dan makin besar harapan
e.    Selalu yakin keberuntungan akan diperolehnya

6.   Pernyataan atau sikap dibawah ini yang mengandung dosa adalah ..
a.    Siapa tahu keberuntungan saya ada disini
b.    Ah ! capek tidak ada gunanya
c.    Jangan – jangan saya bersalah lagi
d.    Tidak masalah, saya akan coba lagi
e.    Saya akan berusaha terus

7.  Diantara akhlak yang terpuji ialah berinisiatif yang contohya antara lain dibawah ini, kecuali …………..
a.    Menghindarkan diridari sikap ikut – ikutan
b.    Memprakarsai suatu kegiatan yang positif
c.    Berbuat sesuatu setelah diarahkan pimpinan
d.    Menggunakan nalar dan bertindakdengan kesadaran sendiri
e.    Cepat bertindak dalam situasi sulit

8.   Untuk menumbuhkan sikap inisiatif dan dapat mandiri ditempuh cara berikut di bawah ini, kecuali ……………
a.    Bekerja menurut keadaan, bakat, dan tabiat
b.    Bekerja tepat waktu
c.    Senantiasa menggunakan akal
d.    Berusaha menjadi penggerak dan kreatif
e.    Bekerja dengan seadanya saja

9.   Karunia Allah yang dapat mendatangkan manfaat disebut ………
a.    Hasud                                                        d.   Riba’
b.    Rahmat                                                     e.   Riya’
c.    Hikayat

10. Kita harus senantiasa bersikap gigih dan optimis, hal itu dijelaskan dalam Al-Qur’an surat ………..
a.    Al Jum’ah :10                                            d.   Yusuf :87
b.    Al Insyiroh :7                                             e.   Al Maidah :59
c.    Al Ra’du :11

11. Kerusakan alam dan ekosistem di darat dan di laut adalah akibat …
a.    Perubahan cuaca                                     d.   Ketidak seimbangan alam
b.    Ulah manusia                                            e.   Binatang liar
c.    Bencana alam

12. Jika kita berprasangka baik kepada Allah, maka …
a.    kita menjadi beruntung                             d.  Allah mengetahui sikap kita
b.    kita jadi hidup susak                                  e.  kita dicintai sesama
c.    kita dicintai allah

13. Kita akan memperoleh apa yang kita harapkan sesuai dengan …
a.    cita-cita kita                                              
b.    doa-doa kita
c.    yang menjadi niat kita
d.    usaha-usaha yang kita lakukan
e.    perhatian-perhatian kita

14. Jika seseorang melakukan tindakan yang belum pernah dilakukan orang lain, berarti ia orang yang …
a.    gigih                                                           d.  penuh inisiatif
b.    optimis                                                       e.  rela berkorban
c.    nekat

15. Wujud sikap rela berkorban dalam Islam adalah …
a.    Mendahulukan kepentingan bersama
b.    Menghargai orang lain berpendapat
c.    Hidup untuk ibadah
d.    Senang melaksanakan acara-acara keagamaan bersama
e.    Sama sekali tidak mempunyai keinginan

2.  Uraian
1.    Berikan contoh Ahklakul karimah terhadap diri sendiri !
2.    Bagaimana wujud berahklakul karimah kepada lingkungan ?
3.    Bagaimana pengertian sikap gigih dan optimis menurut Al Qur'an?
4.    Tuliskan ayatnya lengkap dengan terjemahannya !
5.    Sebutkan 5 manfaat Husnuzhan !
6.    Jelaskan cara bersikap terpuji terhadap hewan dan tumbuhan !